Sabtu, 28 September 2013

Soul Healer: Wonosobo

"Wonosobo itu menenangkan, semuanya membuat tenang, seperti obat jiwa,"

Begitulah kata Gol A Gong waktu saya wawancara mengenai destinasi wisata yang menenangkan untuk artikel. Itu sudah lama, lama sekali. Tapi saya selalu ingat. Tanpa bayangan, saya membulatkan hati ingin ke sana.

Sore di Alun-alun

Setelah ini itu, sekian lama, akhirnya datanglah saya ke sana. Tak perlu waktu lama bagi kota kecil nan teduh itu untuk membuat saya jatuh cinta padanya. Kotanya bersih, jalannya mulus, pepohonannnya rindang. 


Yang tak bisa saya lewatkan, penduduknya ramah, kotanya, meski sudah di pusat kota, tidak terasa terlalu hiruk-pikuk. Saya senang sekali menghabiskan waktu di alun-alunnya. Sambil merinding karena udaranya cukup dingin.

Kota tenang ini menawarkan keramahan dan kebaikan yang tak berharap balas. Suatu sore yang gerimis, saya sedang asyik menikmati mie ongklok yang hangat dan enak. Tiba-tiba ada motor jatuh. Mungkin karena licin sedang hujan.

Penjaja mie ongklok, yang kebetulan orang itu jatuh di depan gerobaknya, langsung menolong. Teman saya, Bagus, juga langsung membantu sang korban. Abang mie langsung meminggirkan motor dengan seksama, memarkirkannya dan mengambil kunci. Setelah itu, meneliti motor apa ada yang rusak atau tidak. 

Ia mendatangi korban sambil memberi kunci, "Ndak papa motornya mas, masnya ada yang luka?" katanya kuatir. Dijawab anggukan terima kasih dari sang korban.

Sebelumnya, saat ditolong, bahkan dengan masih susah payah berdiri, sang korban, yang kira-kira masih kuliah ini, sempat-sempatnya mengungkapkan terima kasih kepada teman saya, "Makasih ya mas," tuturnya sambil terseok dipapah Bagus. 

Tak lama, seorang ibu dari kejauhan datang dengan kedua tangan di belakang. Matanya memperhatikan korban ini dari atas sampai bawah. Saya mikir, "ibu-ibu penasaran juga..". Sampai akhirnya,

"Ini nduk minum dulu, basuh dulu lukanya," ujarnya sambil memberikan aqua gelas ke korban. 

Ibu ini ternyata penjual minuman di ujung jalan. Melihat kejadian ini, dia gak kepo (gak kayak saya). Dia malah mendatangi buat nolong. Ah terharunya saya.  


Kebayang gak kalau di Jakarta. Melihat orang jatuh, orang-orang langsung mengerubung seperti semut mendatangi gula. Bedanya, kalau semut mengambil gula, orang-orang ini hanya menontoni seperti sedang nonton dangdut dorong. Ada yang berhenti langsung foto, ada yang mondar-mandir sambil menelepon (gak tau nelpon siapa), ada yang nanya-nanya, ada yang cuma diem aja kayak di depan kuburan. Yang benar-benar menolong? Bisa dihitung dengan jari. 

Cerita lain waktu saya naik angkot. Waktu itu angkot cukup penuh, ada dua anak sekolah yang memberhentikan mau naik. Tapi karena malas duduk di bangku tambahan, dua anak itu tak jadi naik, "Pa'e ndak jadi ya.." dengan nada yang lembut. (Kalau di Jakarta, gak jadi naik itu biasanya pake nada ketus sambil buang muka, atau nada sok sibuk yang habis itu melipir entah ke mana)

Saya langsung berpikiran, pasti didamprat nih. Ya kalau di Jakarta, kalau berhentiin angkot dan ga jadi naik pasti udah dikata-katain atau at least, dijutekin tanpa ampun. Tapi ternyata tidak.

"Inggih.." jawab sang supir dengan lembut dan jalan lagi tanpa rasa kesal sama sekali. 

Masih banyak, banyak sekali kejadian-kejadian yang membuat hati saya hangat. Positif sekali aura yang saya dapatkan selama dua hari itu. Dari sanalah, tersadar betapa saya sangat apatis selama ini. Betapa mudahnya saya berpikiran buruk dengan sekitar. Betapa saya ingin membalas semua keburukan yang telah datang ke saya. 

Di sana, saya belajar lebih ramah. Di sana pula, saya belajar ikhlas menghadapi hidup. Jangan terlalu ingin adil dan tidak mau mengalah. Mengalah untuk menang. Akhirnya saya mengerti arti itu. Bukan untuk menang mencapai yang nomor satu. Lebih kepada menang untuk ketenangan hati. Hati yang tenang membuat semua lebih indah. 

Ia dapat lebih baik, biarkan saja. Ia tidak memberikan apa yang saya harapkan, yasudah. Berusahalah sebaik mungkin, tapi terimalah kenyataan. Hati yang bersih dan hidup yang bahagia bahkan mampu membuat iri orang paling kaya dan berkuasa di dunia. Bersyukurlah. 

#30haringisiblog day 4
Depok, 29.9.2013 12.40 PM
Terpaksa selesai karena saya disuruh goreng tempe mendoan sama ibu tersayang. Selamat hari Minggu! 

 
Kalo sore, ya nongkrong di sini


 
Jalannya bersih, temboknya asik


 
Taman kota. Cakep ya!


Jl A Yani, jalan favorit saya. Lurusan pasar dan beragam kedai makanan :9
 
Beringin di Alun-alun, sejuk deh!

Tidak ada komentar: