Jumat, 12 April 2013

Solo Traveling: Yogyakarta

Akhirnya traveling saya dan Mala berpisah di tengah Jawa. Malce ke Pacitan dan saya ke Yogyakarta. Sebelumnya ke Surabaya dulu sehari. Numpang makan dan tidur di rumah Mas Edo, sepupu saya yang setengah waras itu.

Pagi hari, saya naik kereta dari Surabaya ke Yogyakarta. Sampai di sana, langsung jalan kaki ke kawasan Malioboro. Hari pertama cuma ke kaki Gunung Merapi sama ke Museum Gunung Merapi. Yang seru hari kedua. Saya keluar pagi-pagi langsung ke Prambanan.

Naik TransJogja, trus muter-muter Prambanan. Lama-lama merhatiin satu-satu candi, duduk-duduk santai sambil liatin orang-orang yang foto-foto, sambil nyari nomor telp bus buat pulang.

Lagi sibuk nelpon mesen bus, tiba-tiba ada bapak-bapak yang notice saya mau ke Jakarta. Katanya mau bareng. Tapi karna mukanya mencurigakan, saya iyakan aja abis itu hapus nomernya.

Enaknya jalan sendiri itu, bisa lama-lama melakukan hal yang mungkin dianggap orang lain tidak penting atau membosankan. Tapi malah buat saya itu menyenangkan sekali. Saya bisa jalan santai sambil merhatiin sekeliling.

Prambanan yang sepi pagi-pagi, manis sekali :)

Selesainya, saya kembali ke kawasan Malioboro dengan naik TransJogja lagi. Di bandara, tiba-tiba naik 2 anak perawakan Cina, bawa tas Carrier segede gaban dan penuh. Satu anak kakinya luka kayak digigit kucing.

Karena lagi di luar kota dan saya tak peduli siapa saya, dengan pede nanya aja ke anak itu tentang kakinya. Dia cuma dadah-dadah. Saya tetep tunjuk kakinya. Sampai akhirnya dia ngomong dalam bahasa enggres, "I dont speak Indonesian,". Lah sih, mukanya kayak orang Surabaya atau Manado gitu. -___-

Ternyata, mereka (Calvin dan  Ryan) orang Vietnam yang dari lahir udah di California. Datang ke Indonesia dalam rangka liburan musim panas, traveling thru Asia, incl Indonesia. Masalah utama adalah, mereka menjadikan Yogyakarta sebagai jejak pertama di Indonesia. Plus, ketemunya sama saya. :DD

Ala backpacker dan anak-anak kuliahan lainnya, mereka turun pesawat dengan modal Lonely Planet. Mau nyari penginapan plus travel buat sunrise ke Bromo. Karena mukanya naas-naas ngarep dibantu, akhirnya seharian itu saya bertigaan nyari penginapan sama travel ke Bromo. Dari siang sampe tengah malem.

Seniman jalanan yang walau luarnya beringas tapi ada otak cerdas di dalamnya

Bahkan mereka mau-mau aja diajak keliling Mirota. Dengan sotoynya mereka mau ke Bromo tapi modal kaus kutang nenek doang. Ditakut-takutin udaranya dingin, mereka pun mau beli jaket dan dengan bangga beli jaket yang batik. -___-

Malemnya, kami mangkal di alun-alun dan makan mie godog yang warungnya paling rame. Lalu kami saling bercerita, gimana mereka muter-muter Asia termasuk akhirnya ke kampung halamannya untuk yang pertama kali sampai saya yang dengan bangga cerita jalan-jalan dengan modal ngemper sana-sini.

Lalu tengah malam datang dan kami kembali ke kamar masing-masing. Oh iya, mereka itu ya polos ya, waktu saya tawarin nitip bekpek di kamar saya (sebelum nyari kamar buat mereka), dengan polosnya mereka nawarin share room. Nyeakhh! Saya udah melotat-melotot aja, eh mereka mukanya rata, eh iya maap yaaa situ pada dari mana asalnya, beda kultur dan batasan kita ya.. -___-

Setelah mutar muter Malioboro yang semua penginapan penuh, ujung-ujungnya mereka nginep di kamar double di depan kamar saya. *itu setelah saya ngos-ngosan curhat ke bapak yang punya penginapan kalo abis nganterin mereka nyariin kamar* ternyata bapak ini memang menghindari punya tamu bule. Karena, alasannya dia, mereka ribet dan kadang suka mabuk dan cari masalah. Tapi setelah liat muka melas kami bertiga, akhirnya ia yakin kalo dua anak ilang ini ga akan bikin masalah. Lagi pula, mereka bakal pergi jam 4 pagi kok, langsung ke Bromo.

Kisah mereka ke Bromo diceritakan dengan ramai via chatting dan wall di fesbuk. Lalu kami pun masih temenan sampai sekarang, via Instagram. :)

  
Calvin dan Ryan, duet anak ilang yang ngintilin seharian di solo trip saya

Di hari terakhir, saya sempatkan jalan-jalan ke sepanjang Malioboro termasuk ke Pasar Beringharjo untuk merasakan suasana beda dari kawasan yang selalu membuat saya jatuh cinta. Pertokoan masih tutup, beberapa tukang becak masih lelap di dalam becaknya. Jalanan yang lengang saya nikmati bareng matahari muda yang masih hangat.

Sampai di pasar, hilang sudah sunyi senyap yang tadinya milik saya saja. Penjaja makanan dan pembeli sama banyaknya, sama-sama ramai. Saya pun membaur dengan membeli sarapan pecel nan enak! Selesai dari sana, saya sempatkan berkeliling pasar untuk membeli oleh-oleh titipan sepupu yang kalo ga dibeliin bakal ngambek 2 bulan.

Sampai sekarang belum sempat lagi buat solo traveling. Padahal, enaknya ga ada yang ngalahin, plus pengalamannya bakal 18 kali lebih aneh dibanding waktu liburan bareng temen. Mau coba ke Wonosobo dan Dieng kemarin, eh Gunung Diengnya ngambek, ngeluarin asap beracun dan sering gempa. Belum jodoh!

Tidak ada komentar: