Jumat, 16 Oktober 2009

we.Have.a.DREam!

seseorang bertanya padamu: "cita-citamu mau jadi apa?"
kebanyakan akan berkata cita-cita yang umum. seperti dokter, arsitek, bos, owner dan lain-lain. ada juga yang berkata artis, sutradara, penyanyi, penari dan kawan-kawannya.
akan terjadi perbedaan tanggapan dari kedua belah sisi cita-cita itu.
opini bagi cita-cita umum biasanya akan berbunyi 'ohhh.. iya. semoga sukses ya."
sementara opini bagi cita-cita yang sedikit aneh akan terdengar seperti ini "oh, itu sih hobi. banyak-banyak baca referensinya aja ya.."

disini, saya ingin berkata. tidak, saya ingin berteriak. memekakkan telinga kalian. memukul kepala kalian dengan keinginan kami, mimpi kami. yang bisa kami wujudkan. nanti. tapi pasti.



ada 5 kasus di dalam cerita ini, menjadi 6 jika termasuk saya.
kami ada di dalam konsentrasi pendidikan yang sama (baca: satu jurusan) yaitu sastra.
1 teman saya ingin menjadi fotografer
1 ingin menjadi artis
1 yang lainnya ingin menjadi film-maker
1 selanjutnya ingin menjadi manager artis korea
1 lagi ingin menjadi penari
dan saya ingin menjadi penulis.

mungkin yang terlihat paling mudah dijangkau adalah saya. sudah berkutat 4 tahun dengan sastra, wajarlah jika saya memiliki keinginan untuk menghasilkan karya. namun tidak begitu kenyataannya. jujur saja, sering sekali saya menjawab 'tidak tahu' ketika ditanya keinginan saya kedepan. (saya baru saja lulus dan masih belum tahu mau kerja dimana). jawaban tidak tahu terdengar lebih aman dibanding satu kata ini, 'penulis' . jika satu kata pamungkas itu meluncur, akan keluar deretan kalimat-kalimat yang sudah sering saya dengar.
'mau jadi apa kalo jadi penulis?'
'emang mau nulis apa? cerita cinta?'

'yaudah kalo gitu, dari sekarang mulai banyak baca buku aja'


hai? hallo, kapten kepada penghuni bumi?
saya tidak tiba-tiba bangun tidur dan berkata ke kalian 'saya ingin jadi penulis'
banyak yang sudah saya lakukan. banyak yang sudah saya usahakan.
memang tak terlihat kalian. tapi apakah harus terlihat? lalu buat apa?


kasus kedua adalah fotografer. ia memang berbakat tapi belum mempunyai dasar. dan dia tidak akan merintis karir seperti orang lain. ia memiliki caranya sendiri. dan jika caranya itu dijabarkan ke orang lain, akan ada seribu penyangkalan yang ingin mematikan cita-citanya.
tanggapan yang ia dapat juga tak berbeda jauh.
'ikut kontes foto kecil-kecilan aja'
'ikut pelatihan aja. kan banyak tuh'
'beli kamera second aja'

'itu sih cuma hobi namanya'

dan dapat dipastikan, penangkapan atas tanggapan-tanggapan itu juga tak berbeda jauh dengan saya.

kasus ketiga, artis. sudah menjadi keinginannya sejak lahir untuk menjadi terkenal. jangan tanya tentang casting. sudah berpuluh atau mungkin beratus casting ia lewati. berpuluh acara TV ia mainkan meski hanya menjadi figuran dan tak juga naik tingkat. terdengar seperti kisah artis lainnya bukan? namun masalahnya, sampai saat ini ia belum juga menjadi artis perjuangannya tak bisa dibilang main-main. akademik dan kehidupannya yang menjadi korbannya. demi mimpinya, semua rela ia jalani, tanpa embel-embel keluhan. karena itu memang cita-citanya. tujuan hidupnya. dikarenakan keberhasilannya yang masih belum solid, banyak kalimat tidak enak yang datang. seperti,
'ini anak ga mau nyerah-nyerah ya?'
'udah deh, tetep aja kalah sama yang itu..'
'emang modal dia apa sih?'
ia membeli penyumpal telinga untuk kalimat-kalimat seperti itu. terus mencari peluang dan tak juga menyerah. tak akan menyerah tepatnya.

yang keempat adalah seorang film-maker. bedanya ia belum lulus, jadi cita-citanya harus menunggu lebih lama. tapi bukan berarti ia tak bergerak sedikit pun. ia tetap berjalan (dan terus mencoba) beriringan dengan kehidupan akademisnya. ia memiliki kemauan yang kuat dan juga bakat yang telah diakui. ia sempat menang di sebuah festival film bergengsi. namun hasil bakatnya itu tidak berarti pengakuan absolut dari semua orang. beberapa tanggapan miring masih saja hinggap,
'berapa penghasilannnya??'
'berapa lama kerja seperti itu??'
yang membuatnya menggaruk kepala dengan stress. dan tentunya tawa puas dari saya, karena menemukan teman senasib.

selanjutnya adalah penari. teman saya memiliki kecintaan pada dunia panggung seperti itu. ia merasa hidup dan bahagia disana. memang penari bukanlah kegiatan utamanya. ia adalah seorang pemusik di sebuah liga tari di kampus saya. jangan ragukan kemampuannya. meski ia bukanlah seorang planner yang baik. tapi ia bisa menjalankan semuanya dengan baik. tapi dikarenakan kekurangan fisik, ia juga harus menghadapi komentar miring yang berjalan bersandingan dengannya.
'mana bisa?'
'yang bener aja?'

tapi ia tetap melangkah. tak peduli lagi dengan yang seperti itu.

yang terakhir adalah manager artis korea. yap, silahkan tertawa. saya pun sempat tertawa. tapi tak menjudgenya. manager artis adalah pekerjaan yang cukup menarik. selain menghasilkan banyak uang, berkarir seperti itu bisa memberikan keuntungan priviledge yang tak semua orang bisa miliki. namun kata terakhir lah yang sedikit janggal. korea. di negara tersebut, teman saya ingin menjadi manager seorang artis lokal negara tersebut. kalau itu yang menjadi pilihan cita-citanya, apa yang bisa kita lakukan? apa hak kita untuk menghalang-halangi keinginannya? tidak ada. dan memang tidak perlu.

6 cita-cita. yang aneh. dari kami. 6 orang yang kalian (mungkin) anggap aneh. tapi kami tak merasa. atau tak mau merasa tepatnya. agar mimpi kami menjadi nyata. dan kami bisa membungkam kalian dengan kenyataan itu.
yang ingin saya tanyakan, apakah cita-cita umum, seperti yang sudah saya sebutkan beberapa di atas, harus menjadi parameter kesuksesan suatu orang?
mungkin, dengan momok seperti itu, kalimat 'tidak tahu' sering menjadi jawaban kami. demi menyelamatkan diri.
tak perlu kalian tahu bagaimana perjalanan kami menuju ujung pelangi kami. cukup lihat nanti saja nanti.
dan untuk 5 kepala mimpi, serta banyak lainnya, saya ingin berbagi doa. saya mendoakan semua cita-cita kalian. mau jadi apa, seaneh apa itu, setidak mungkin apa, akan tetap saya doakan. semoga berhasil. dan lekaslah menjadi kenyataan. agar kita bisa membuktikan, jika tidak pada dunia, buktikan pada diri kita sendiri.

dari sini saya belajar, untuk menghargai, menerima dan menghormati pilihan orang lain.
it's what we called as variety. diversity.

Minggu, 11 Oktober 2009

'bagus!'


keindahan akan selalu menarik perhatian (hampir) setiap orang. begitu juga dengan saya. saya sangat menyenangi sesuatu yang indah dan menarik. sejak lama saya telah menyukai fotografi, baik pembuatan serta hasilnya. namun sayangnya kemampuan saya tidak cukup untuk mewujudkan kesukaan saya. jadilah saya menjadi penikmat setia yang kerap kali berdebar senang ketika mendapati foto yang luar biasa.
salah satunya foto di samping ini, saya mendapatkannya dari sini.
entah, banyak sekali penilaian di kepala saya. namun ketika harus menuliskannya, saya hanya akan bisa berkata 'bagus!'
inilah salah satu kurangnya kemampuan saya. hampir semua hasil foto yang menarik perhatian saya akan mendapatkan komentar apresiasi yang sama, yaitu 'bagus!'



seorang teman saya pernah berkata, 'lo kerja di tempat gue aja deh. lagi butuh fotografer nih.'
saya terkaget sambil terbahak. bertanya apakah gerangan yang bisa membuatnya menyimpulkan kalau saya berkemampuan menjadi seorang fotografer. dengan ringan ia menjelaskan 'foto-foto di facebook lo bagus-bagus. keren, oke. lo pasti bisa deh, jangan rendah diri gitu lah'
saya semakin tergelak.
memang foto-foto di facebook saya banyak yang bagus, banyak yang keren dan oke. tapi jika lebih jeli, maka akan ditemui kejanggalan. saya selalu berada di dalam foto-foto tersebut, saya objeknya! jadi bukan saya pencipta foto-foto bagus, oke dan keren itu.
adalah seorang teman saya, yang bernama Reshi Hupudiani, yang berapi-api ingin menjadi seorang fotografer. dan bibit bakatnya pun sudah terlihat, ia sering menjadikan saya objek contoh foto, setelah menjepret ia menjelaskan tata letak dan angle, dengan harapan saya mampu menghasilkan foto yang sama hebatnya seperti yang ia buat. sayangnya, saya tak bisa. jadilah foto-foto saya berstandar 'calon fotografer' dan ia harus puas dengan foto yang berstandar 'calon fotografer gagal'
satu kalimat yang sering ia keluarkan ketika sudah putus asa melihat hasil foto-foto jepretan saya adalah "Air susu dibalas dengan air tuba!" lengkap dengan sungutan dan muka tidak rela.
sementara saya hanya mampu meminta maaf dan berterimakasih. lengkap dengan senyuman puas melihat hasil fotonya yang dapat menjadi simpanan primary picture saya.

kemarin, seorang teman saya, Rani, menawarkan sebuah lomba foto, dengan tema manusia dan bentangan alam yang diadakan oleh fotokita.net. setelah menimbang, menyadari dan akhirnya tak peduli. kami melangkah dengan modal dengkul. bermodal internet, saya mencari tutorial penggunaan SLR -yang ternyata sangat membingungkan dan saya hanya mampu bertahan 15 menit ketika membacanya. berbekal bertanya kesana kemari, browse internet dan berkhayal, kami memikirkan lokasi hunting foto. yang belum ditentukan sampai sekarang.
rencananya, hari ini kami akan mendiskusikan dan memutuskan.
di waktu saya yang sedang (sangat) senggang ini, akan kembali saya uji ke(tidak)mampuan fotografi saya. :)

angkringan, where my night journey begin.



orang di foto atas adalah pemilik dari angkringan yang bertempat di srengseng sawah lenteng agung. terletak di dekat (entah penjualan atau hanya tempat) mobil tua.
beliau biasa kami panggil pakde
dan sampai sekarang pun saya masih belum tahu nama asli pakde, saya malah mengetahui nama pacar dari pakde, yaitu mbak Ratna.

kesan pertama ketika saya menjejakkan kaki di warung angkringan pakde adalah 'warung remang-remang', yang harus diartikan literary karena di warung tersebut hanya ada satu lampu listrik utama yang terletak di atas meja makanan dan lampu minyak di gerobak, serta beberapa lampu minyak portable yang dinyalakan ketika dibutuhkan.
selesai dengan kesan pertama, saya merasakan kesan kedua. yaitu menyenangkan, selain makanannya yang enak dan ringan, di warung ini juga terdapat banyak sekali varietas minuman yang unik dan dijamin enak. terlebih lagi, kita juga bisa memesan minuman dengan komposisi sesuai keinginan, tidak terpatok dengan menu. namun jangan terlalu banyak minum jika ingin berlama-lama disana. karena tidak ada toilet disana kecuali rela mengobserve daerah untuk mencari toilet umum terdekat. (sepengalaman saya, saya hanya menemukan toilet di masjid terdekat, yang ternyata juga terletak cukup jauh dari warung, dan itu pun dengan fasilitas mencengangkan. yaitu tanpa lampu dan pintu!)
kebanyakan dari pemilik warung akan sibuk berada di balik meja dan berkutat dengan menu pesanan pelanggan dan lebih sering tenggelam dengan dunianya sendiri. namun tak halnya dengan pakde. ketika pesanan sedang kosong, dengan mudah beliau melebur dengan para pelanggannya. tidak ujug-ujug datang dan memotong pembicaraan yang sedang berlangsung, ia akan duduk dan menjadi invisible watcher, beliau masuk dengan gayanya sendiri, dengan cara yang berbeda di setiap komunitas atau pribadi. entah bagaimana caranya, beliau seperti memiliki gudang pengetahuan yang bisa dengan mudah dipilahnya dan digunakan beliau untuk berkomukasi dengan setiap pelanggannya(yang tentunya memiliki latar belakang yang bermacam-macam).
di hari pertama saya datang, beliau sedang membahas mengenai masalah filosofis dari kehadiran warung angkringan, saya mendengarkan dan menanggapi. pembicaraan berlanjut menuju kebudayaan dan esensi kehidupan. kembali saya mendengarkan dan mengangguk-angguk mengiyakan mengenai pandangan beliau yang tidak biasa.
tak lama kemudian, datang teman saya yang langsung mencak-mencak ketika membaca koran hari itu. dengan ringan pakde menanggapinya, pembicaraan lalu berbelok tajam ke masalah politik dan beragam muslihatnya.
tidak hanya pribadi dan pengetahuan pakde yang membuat saya semakin tertarik menghabiskan waktu disana, namun juga pengunjung yang kadang membuat saya tercengang dan terlena sepenuhnya.
pernah suatu waktu, saya dan teman saya, Rani-orang yang memperkenalkan warung ini pada saya, sedang debat kusir mengenai masalah seorang ternama yang selama ini kami anggap baik, yang pada kenyataannya sangat tidak kompeten. seorang pria yang kira-kira berumur 50 tahun menyela sambil bergurau. merasa ada orang luar yang bisa menyelesaikan masalah kami, kami pun segera meminta pendapat dari pria tersebut, yang belum teracuni dengan fakta yang kita temukan hari itu. lalu dengan mudahnya pembicaraan melompat kemana-mana dan tanpa terasa kami menghabiskan waktu hampir 1 jam untuk memperbincangkan bermacam hal.
dan berpuluh lagi cerita mengenai keunikan para pelanggan pakde.

dari sana pula saya berteman dengan orang-orang baru. yang hebat dan kuat.
disana saya menemukan beberapa pandangan baru. yang membuka mata saya.
disana saya mendapatkan semangat baru dan rencana lengkap mengenai perwujudan mimpi saya. yang sedang saya kerjakan secara teratur sampai saat ini.
dan disana pula, perjalanan (baru) saya dimulai. :)