Selasa, 01 Oktober 2013

Gadget Segalanya?

Saat ini, rasanya tidak mungkin tidak membawa gadget. Apapun itu. Bahkan, ada yang lebih rela ketinggalan dompet dibanding ketinggalan gadget. Entah kita sudah masuk ke era macam apa. 

Gadget sangat penting. Penting sekali sehingga bisa membuat orang cerewet jadi pendiam. Bisa membuat orang pendiam makin pendiam. Ada yang sibuk di media sosial, ada yang game, ada lagi asyik foto-foto.

Apapun itu, seakan dunia sudah ada di genggaman. Menyenangkankah? Atau malah mengganggukah?

Bapak saya, yang biasa saya panggil Abah, sangat tidak suka dengan anak yang ketergantungan dengan gadget. Apapun itu. Ia tidak akan mengajak saya bicara selama tangan saya masih ketak-ketik, meski mata saya jelas ke dirinya.

Jadi, jika ingin mengobrol atau sekadar bercanda dengannya, lempar dulu semua gadget. 

Saya punya teori suka-suka mengenai hal ini. Jika saya benar-benar menikmati sebuah keadaan, momen, sesi, atau apapun itu, saya bisa melupakan  gadget. Selama masih menyentuh gadget, kamu belum benar-benar menikmati atau mensyukuri. 

Sebut saja, kamu tahu orang yang di depan kamu adalah segalanya bagimu ketika kamu tak berminat menyentuh gadget selama bersamanya. Tak perlu update di sosial media, tak perlu mengintip apa yang orang lain sedang lalukan.

Fck with 'em. I got my own precious and i ain't gonna waste it with some gadget. 

Keadaan itu terjadi begitu saja. Saat ngobrol dengan keluarga, saya bisa tertawa atau malah berbincang serius berjam-jam. Tak peduli ada apa di ponsel saya. Kalau benar-benar urgent, mereka bisa menelepon. Tidak perlu saya yang buka-buka chat atau message. 

Begitu juga saat nonton konser. Saat saya benar-benar menikmati lagu dan performer, saya tak peduli dengan apa yang harus ditangkap. Satu yang pasti, saya mau lihat mereka dengan mata telanjang. Secara langsung. 

Biarlah tak dapat foto close up yang blur atau apapun itu. Biarlah tak dapat potongan rekaman konser. Semua itu bisa dicari di Youtube atau jika ingin yang hi-res, bisa beli dvdnya. Ya mungkin, satu foto dua foto untuk diingat bolehlah. 

Biarlah mereka yang live tweet yang sibuk dengan gadget. Saya ingin menikmati apa yang ada di depan mata saya. Biarlah nanti tinggal saya reTweet atau rePath.

Lagipula rasanya itu kayak apa banget gitu. Kayak waktu itu di @america, ada konser Seringai. Di mana penontonnya anak kucrit, anak mall begitulah. Yang tak ada moshing, cuma asyik angguk-angguk kepala sambil mantengin ponsel di tangan buat merekam atau motret. Wtf?!

Saya lebih senang berada di tengah penonton yang dari daerah. Yang ponselnya biasa saja, cuma bisa sms atau telpon. Dengan begitu, mereka bisa benar-benar menikmati musik. Biarlah bawa bendera atau spanduk besar sekali. Biarlah moshing mereka membuat takut. Biarlah bau ketek dan keringat. Karena begitulah konser seharusnya berjalan. Bukan dengan mereka yang diam, wangi dan hanya merekam sepanjang konser. Man, pull over, get outta here. 

 
No gadget on their hands, only \m/


Go ahead, burn the room!


Sepenting apa gadget itu? Penting. Tapi tak sampai membuat saya jadi babu teknologi.  

#30haringisiblog day 6
01.10.2013 19.10 PM
When day went just like that.. 
 

Tidak ada komentar: